Sejarah Toyota Production System tidak bisa dipisahkan dari para pendiri Toyota Group , Creator yang melekat erat dengan TPS adalah SAKICHI TOYODA ; KIICHIRO TOYODA <putra dari Sakichi Toyoda> dan seorang Production Engineer bernama TAIICHI OHNO.
SAKICHI TOYODA adalah penemu mesin tenun otomatis yang merupakan ” Founding Father ” dari Toyota Group, alat tenun otomatis ini diciptakan tahun 1902, alat ini akan berhenti bekerja secara otomatis bila ada benang yang terputus sehingga sebuah alat khusus yang di pasang sebagai ” sensor ” akan terjatuh dan menghentikan mesin secara otomatis inilah awal konsep yangJIDOUKA bermula , penemuan ini membuka jalan bagi pengoperasian mesin tenun otomatis dimana satu operator dapat menghandle / menangani beberapa mesin sekaligus ( bayangkan penghematan yang bisa dilakukan ) penemuan beliau juga menghasilkan proses produksi yang dapat menurunkan tingkat kecacatan hasil produksi <N.G. Singkatan dari NO GOOD> dan meningkatkan jumlah ” Finish Goods” atau produk jadi dengan kondisi yang sesuai standard.
Prinsip yang berlaku di sini adalah ” mendesain peralatan atau mesin yang akan berhenti dengan sendirinya dan memberikan signal bila terjadi masalah atau produksi telah selesai “. Contoh keseharian paling gampang adalah mesin cuci .. ketika mesin cuci sedang proses pencucian kemudian air yang masuk kedalam mesin cuci kurang, maka mesin akan berhenti dan mendengung, atau ketika semua proses pencucian selesai maka mesin akan berhenti sendiri. konsep ini telah di jalankan seratus tahun yang lalu. Kita harus berterima kasih dengan Mr. Toyoda , kata Toyota merupakan proses asimilasi dari TOYODA karena orang jepang sulit mengucapkan toyoda.. jadi waktu di ucapkan yang terdengar adalah TOYOTA.Dari sinilah nama TOYOTA itu muncul .. belive it or not, Otomatisasi menjadi sangat krusial bagi implementasi TPS , sebagai bukti disetiap industri apapun konsep ini selalu diterapkan.
KIICHIRO TOYODA Putra dari Sakichi Toyoda ini mendapat sebuah tantangan baru ketika TOYOTA Group memulai sebuah bisnis baru ditahun 1930 yaitu Industri Otomotif dengan Brand KIJANG , sang ayah mengirim putranya ke Amerika untuk mempelajari system operasi Henry Ford’s yang merupakan industri otomotif terbesar saat itu <merupakan system terbaik saat itu, sama dengan TPS saat ini> kemudian KIICHIRO TOYODA kembali ke jepang membawa sistem conveyor ( roda berjalan ) dan sebuah konsep yang kuat untuk mengadaptasi kondisi market ( pasar otomotif ) di Jepang saat itu.
Solusi dari beliau adalah menyiapkan sebuah konsep dimana proses produksi dilakukan berdasarkan kebutuhan dari proses didepannya, sebanyak yang di butuhkan dan dibuat pada waktu di butuhkan. Produksi dan pergerakan material dalam proses di atur berkesinambungan dan bersinkronisasi dalam sebuah rangkaian proses <didalm proses itu sendiri maupun diantara proses> dengan konsep ini KIICHIRO TOYODA mengembangkan sebuah proses produksi yang menganut sistem yang saat ini kita sebut JUST IN TIME, tetapi Just In time belum tergambar secara jelas disini karena masih dalam tahap pengembangan,sampai seorang engineer bernama TAIICHI OHNO belanja di supermarket. Apa hubungannya ya ????
TAIICHI OHNO bukan seorang shopaholic yang kerjanya keluyuran di mall atau pegawai supermarket. dia adalah seorang pegawai Toyota yang bertugas di machining line. Beliau dianggap sebagai orang yang paling berjasa pada pengembangan struktur terintegrasi dari TOYOTA PRODUCTION SISTEM..dalam masa kerjanya, beliau melakukan banyak eksperimen yang mengembangkan berbagai cara setting peralatan (termasuk bagaimana melakukan pergantian dies / cetakan dari satu mesin secara effisien ) sesuai kebutuhan produksi dengan pendekatan pada effisiensi waktu yang lebih baik ( ini menjadi bukti bahwa Kaizen sudah ada pada saat itu ) , tetapi dia mendapatkan perspektif atau pendekatan konsep Just In Time secara lebih gamblang ketika mengunjungi Amerika tahun 1956.
" keunggulan sebuah perusahaan tidak tergantung pada sejauh mana mereka menyimpan rapat teknologinya tetapi sebesar apa daya serap dan respon yang mampu mereka lakukan terhadap perubahan yang sedang terjadi. Jadi mengadaptasi suatu teknologi dan membuatnya lebih baik, lebih cepat lebih murah dan lebih efisien itulah kaizen. "
Gambaran mengenai implementasi just in time tidak di temukan di pabrik yang beliau kunjungi atau di buku - buku industri yang banyak beredar disana, tetapi konsep itu terpapar jelas saat beliau berbelanja ke supermarket di amerika.
Di jepang saat itu belum banyak atau bisa dikatakan belum ada pasar swalayan dimana pembeli melakukan langsung pengambilan barang ke rak - rak yang tersedia dimana di tiap rak terdapat nama barang, terkemas dalam jumlah yang jelas, dan sesuai dengan kebutuhan sang pembeli pada saat itu ,sejumlah yang diinginkannya, Beliau sangat terkesan dengan pola dari penyediaan barang, pengambilan barang dan sangat terinspirasi dengan kesederhanaan, effisiensi, dan ketepatan waktu yang di terapkan pada konsep supply produk di SUPERMARKET itu.
Selama beberapa tahun berikutnya beliau mengimplementasikan “supermarket ” tadi didalam proses produksinya, dimana setiap jalur produksi memiliki rak - rak khusus seperti di supermarket ( biasanya di letakkan di akhir jalur produksi ) ini merupakan konsep dimana proses di depan menjadi pelanggan/customer (pembeli dalam konsep supermarket ) terhadap proses sebelumnya dan proses sebelumnya menjadi supermarket bagi proses didepannya karena menyediakan kebutuhan proses didepannya. Nah inilah konsep yang kemudian lebih dikenal dengan “PULL SYSTEM” atau sistem tarik yang berlawanan konsep dengan sistem dorong ” PUSH SYSTEM” yang umum dilakukan pada masa itu.
Jadi proses paling akhir adalah lokomotif dari proses awal .. sehingga nantinya kecepatan penjualan akan menjadi patokan dari kecepatan produksi. ada beberapa alat bantu yang kemudian diciptakan oleh TAIICHI OHNO untuk mendukung implementasi dari PULL SISTEM ini, yang paling terkenal adalah kartu order barang yang di kenal dengan sebutan ” KANBAN” yang berisi berbagai jenis info penting yang merupakan instruksi kerja didalam proses maupun antar proses.
Dari sinilah konsep JUST IN TIME mulai memiliki gambaran dan struktur yang jelas sebagai sebuah sistem produksi. sehingga sinergi ketiga orang diatas menghasilkan 2 PILAR yang menopang TOYOTA PRODUCTION SYSTEM yaitu :
- JUST IN TIME.
- JIDOUKA.
Jidouka adalah pilar kedua dari Toyota Production System arti bahasanya dari negeri para samurai ini adalahAutonomous. tapi kalau dilihat dari tulisan ”kanjinya” ternyata artinya lebih dari sekedar otomatisasi karena mengandung beberapa makna didalamnya yang kurang lebih mesin yang memiiki kecerdasan manusia. Prinsip JIDOUKA di mulai ketika ditemukannya mesin pintal otomatis oleh SAKICHI TOYODA, dimana alat ini akan berhenti bekerja secara otomatis bila ada benang yang terputus yang akan mengakibatkan sebuah alat khusus yang di pasang sebagai ” sensor ” akan terjatuh dan menghentikan mesin secara otomatis.
Jadi Prinsip dari jidouka adalah proses akan terhenti dengan segera ketika terjadi masalah akibat ketidak normalan dan menghindari “membuat dan mengalirkan” produk NG ( No Good). dalam perkembangannya proses juga akan berhenti setelah seluruh proses selesai dikerjakan dan kemudian memberikan peringatan atau ” nada panggil”.
APA Yang dimaksud ABNORMALITY / Ketidaknormalan dalam Jidouka ?
“ Segala sesuatu yang “BERJALAN TIDAK SEPERTI BIASANYA ” disebut Abnormality “
BERJALAN TIDAK SEPERTI BIASANYA ini bisa di ketahui bila segala sesuatunya sudah di bakukan sebagai standard. jadi itulah fungsi utama dari standarisasi, yaitu untuk mengetahui apakah ada penyimpangan yang terjadi bila proses dilakukan sesuai standard sehingga nantinya standard operasi yang sudah dibuat merupakan referensi dari sebuah perbaikan yang akan dilakukan untuk meningkatkan Qualitas atau Menurunkan Biaya, dll. agar mencapai tingkat effisiensi yang lebih baik secara berkelanjutan (KAIZEN). karena dengan adanya standard operasi maka kita akan mudah menemukan apa yang dikenal dengan “MUDA” atau pemborosan yang terjadi dalam proses. contoh pemborosan akibat barang reject atau pemborosan akibat produksi yang berlebih dll.
INGAT Standard Operasional Prosedure hanyalah sebuah catatan kegiatan yang biasa dan harus dilakukan sampai ada perubahan atau perbaikan terhadap standard itu sendiri (jadi S.O.P bukanlah sebuah kitab suci perusahaan yang seumur hidup perusahaan tidak pernah berubah).
Jadi jidouka pada dasarnya menekankan kepada sebuah kerja mesin yang otonom atau mandiri dikarenakan memiliki “kecerdasan” dalam menghasilkan produk berkualitas sesuai standard dan menghindari membuat produk yang mengalami penyimpangan.Jidouka dalam pelaksanaannya berpengaruh pada peningkatan qualitas produk.
Alat jidouka salah satunya adalah Pokayoke, Pokayoke pada saat proses produksi pada ban berjalan juga di kenal“ANDON” yaitu sebuah alat yang memberikan otoritas besar pada operator untuk menghentikan proses bila terjadi ketidaknormalan, Sehingga timbul methode “STOP, CALL, WAIT” dimana operator akan menarik andon untukmenghentikan proses, andon otomatis akan menginformasikan kepada kepala regu atau atasan terkait untuk datang ke area bermasalah, sementara Operator akan menunggu perintah selanjutnya dari atasannya. Dan untuk mengembangkan Sense Of Belonging dari operator maka operator di beri arahan yang jelas mengenai sebuah prinsip dari proses produksi, dimana setiap operator adalah supplier dari proses didepannya tetapi juga merupakan pelanggan dari proses sebelumnya sehingga di kenal istilah “NEXT PROCESS IS CUSTOMER” dan juga prinsip bahwa “EVERY OPERATOR IS AN INSPECTOR” sehingga qualitas setiap produk yang akan dibuat merupakan tanggung jawab si operator sendiri, sehingga untuk mensosialisasikan prinsip prinsip diatas sangat mudah di jumpai di perusahaan jepang di Indonesia menggunakan semboyan ” TIDAK MENERIMA BARANG NG, TIDAK MEMBUAT BARANG NG DAN TIDAK MENERUSKAN BARANG NG”. semua methoda dan segala bentuk usaha diatas akan mengalir dan bermuara pada prinsip yang merupakan penunjang utama dari JIDOUKA yaitu ” BUILD IN QUALITY”, menuju satu harapan besar tercapainya“HIGH QUALITY PRODUCT WITH LOW PRODUCTION COST”.
Just in time ( JIT ) secara teori adalah sebuah konsep produksi dimana proses produksi dilakukan dengan berpatokan pada 3 hal :
- Berproduksi hanya untuk jenis barang yang di minta .
- Berproduksi hanya pada waktu di minta
- Berproduksi hanya sesuai dengan jumlah yang diminta.
- Jumlah barang yang terjual diinformasikan dalam bentuk KANBAN (kartu informasi produksi) kartu untuk mengambil barang di store atau rak disebut Part Widrawal ( PW ) sedangkan informasi produksi menggunakan Production Instruction ( PI ).
- Untuk mengetahui kecepatan waktu produksi perlu diketahui dahulu jumlah waktu aktual yang di butuhkan untuk menghasilkan sebuah produk. Sedangkan kecepatan penjualan biasa tercermin pada rumusan TAKT TIME ( Takt Time adalah jumlah waktu kerja (dalam detik ) dibagi dengan jumlah order kendaraan atau produk dalam satu hari.
Mari kita asumsikan bahwa pabrik bekerja 2 shift , dengan satu shiftnya 460 menit atau total 920 menit, bila kita mendapat order 400 kendaraan perhari artinya takt timenya sekitar 2.3 menit per produk atau perkendaraan yang dibuat dan bila prmintaan atau order perharinya naik menjadi 500 kendaraan perhari maka takt timenya menjadi lebih cepat yaitu sekitar 1.84 menit per produk atau perkendaraan.
Jadi di proses produksi TAKT TIME menentukan TARGET WAKTU berapa lama sebuah proses dilakukan, contoh bila takt time untuk sebuah mobil yang dibuat adalah 2 menit maka , takt time untuk pemasangan mesin juga 2 menit , dan takt time untuk pemasangan 20 baut pada pada sebuah proses haruslah 6 detik per baut (2 menit = 120 detik , 120 detik dibagi 20 baut = 6 detik ).
" Mari belajar dari Toyota Production System “